Sumpek

24 06 2014

Kalau memang berasaskan Musyawarah untuk mufakat, buat apa sih adu debat dan mengaku-aku pemenang?

Lantas kalau kepepet, kalian jual semuanya dengan harga murah, gitu? Sumpah-sumpah yang jelas tak mampu kalian tepati? atau jual agama? jual pencitraan dan nama besar?

Wis tho. Kalian ini bikin sumpek kami-kami ini, yang mendadak jadi sibuk membela mati-matian, berkelahi dan ‘eyel-eyelan‘ sesama saudara, sampai menjunjung kalian bak nabi yang beri syafa’at nanti; Ya, kalian, sosok yang bahkan tak kami mengerti..

 

Letto – Ku Tak Percaya

Janji kala itu
Yang terucap amat sangat merdu
Yang terdengar begitu menggebu jiwa

Coba lagi kau katakan
Kata itu dulu kau ucapkan
Atau perlu untuk kuingatkan lagi?

Kata-kata tak kan pernah punya makna
Ketika hati tak bicara

Jangan kau berikan padaku
Mimpi-mimpi surgamu
Jangan kau tawarkan padaku
Keindahan yang semu
Tanpa itu aku mampu menjalani hidupku
Dan ku katakan kepadamu kata hatiku:
Ku tak percaya

Oh, kamukah pahlawanku
Yang mengaku orang nomor satu
Yang katanya mampu menghapuskan sedihku?
Oh, kalau itu yang kau bilang
Coba lagi kau kumandangkan
Janji-janji yang engkau banggakan itu





Serius dalam Permainan

21 06 2014

Hidup itu memang permainan, sayang. Tak lebih dari semacam permainan yang di dalamnya terdapat Aturan permainan/Rules of Game dan Durasinya/Time of Play. Ah, Seperti Sepakbola!

Namun setiap pertandingan sepakbola tentulah harus disertai keseriusan; Berlarilah dengan penuh hasrat, giringlah bola dengan keseriusan, melompatlah sepenuh hati, lakukan tekel dengan sungguh-sungguh, amankan bola dalam pelukan atau tepislah sejauh mungkin menjauhi gawangmu (Ah, tentu ini hanya jika kau berperan sebagai penjaga gawang).

Bahkan kekalahan yang indah sekalipun adalah kekalahan yang di dalamnya terdapat proses serius untuk menjadi pemenang, bukan?

Laiknya seorang pelawak yang total berkreasi akan melahirkan lawakan yang menghibur-atau paling tidak memberi kepuasan berproses-bagi pelakunya.

Laiknya pemain Reog yang serius akan mampu mengangkat bobot tak masuk akal hanya dengan gigi-gigi yang ditopang tulang leher tak seberapa besar itu.

Laiknya Tuhan yang memberi mandat kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya ke laut merah sebelum terbelah;
atau mendinginkan Api ketika Ibrahim dibakar hidup-hidup;
atau membuat kekuatan ketapel Daud berlipat-lipat saat membidik Goliath;
atau ketika Sunan Bonang membuat kelapa yang ditunjuknya menjadi emas ketika berjumpa Raden Said;
Demi Tuhan, seriuslah!

Tanpa ngeden yang maksimal, kau akan gagal berak. Tanpa totalitas dalam nyingsring, ingusmu itu nggak mau keluar. Tanpa keseriusan dalam setiap tarikan nafas, pernafasanmu tak akan baik. Dan setiap bahan mentah yang baik haruslah diseriusi prosesnya agar menjadi masakan yang baik untuk pelahapnya.

Monggo lanjutkan logika sederhana ini ke dalam seluruh aspek, kemudian katakan padaku hal apa yang tak perlu diseriusi? Bahkan ketidak-seriusan itu sendiri harus diseriusi agar hasilnya maksimal, bukan?

Maka seriuslah untuk menjadi Manusia; seriuslah untuk memulai, mengakhiri, memanjat, menuruni, mengangkat, menanam, menjatuhkan, beragama, bermusik, berkendara, berpaling, berjanji, bersumpah, bermain, mengundang, menjamu, menolak, mengiyakan, mengajak, menjadi anggota DPR, menjadi pasangan suami-istri, menjadi paman, menjadi presiden, menjadi penjual gado-gado, menjadi orang tua… dan seterusnya..

Seriuslah dalam berproses, karena setiap kehidupan itu sendiri punya durasi permainan yang terbatas. Dan kau tahu, hidup tak dapat menunggu.

Maka seriuslah.

lifes

*) gambar dari sini





Waktu

9 06 2014

Kau tahu, Tuhan memang menciptakan waktu lengkap dengan sifatnya yang Inkonsisten.

Dalam tatanan ruang Mikrokosmos yang serba kecil,  dia menyusup dan hampir tak dapat diamati. Kosong. Lompatan setiap elektron dari orbit satu ke orbit lain konon tidaklah membutuhkan satuan waktu seperti yang kita kenal, bukan?

Sebaliknya dalam `ruang` yang sangat besar dan tak terhingga, waktu memuai dan berubah sifat menjadi sangat relatif. Makrokosmos—kau menyebutnya— Ruang maha luas di mana kecepatan cahaya diekspos besar-besaran dalam berbagai macam teori, buku & film, untuk menunjukkan bahwa dilasi waktu benar-benar nyata. Ah, konon semakin tinggi kecepatanmu mengarungi jarak maha luas bertahun-tahun cahaya itu, waktu akan ikut memuai ke dalam sifatnya yang relatif, menjadi lebih lama atau bahkan lebih cepat dari satuan yang kita tahu (Teori Einstein tentang Relativitas Waktu).

Namun kau dan aku hidup dalam satuan ruang di mana waktu bersifat absolut dan linear. Dia menjelma menjadi sosok yang gagah dan otoriter: tak dapat dihalangi, begitu juga diulangi. Tak dapat dipercepat maupun diperlambat, dihentikan atau dikembalikan, didahului atau mendahului. Dia terus berjalan dengan iramanya yang khas, dengan ketukan selaras dan besaran yang kita kenal, sama dan statis di belahan bumi mana pun.

time-travel2-photo-courtesy-of-junussyndicate-on-deviantARTs

Ah, Waktu! karena sifatnya yang absolut itulah, kita semua mencoba menghargai & memesrai waktu. Tentu saja, Karena dia tak dapat berputar kembali!

Kau lebih paham soal itu, bukan? Dengan adanya ketidak-mampuan dan kelemahan kita mengulang se-per-sekian satuan waktu terkecil sekalipun, tidak jarang akhirnya kita ‘dipaksa‘ untuk belajar seni melepas & berdamai dengan masa lalu, mengikhlaskan beberapa di antaranya, dan menjadikannya satu kesatuan utuh berupa guru terbaik untuk menjalani sisa-sisa hari dengan harapan dan kenangan.

Maka begitulah aku yang mencoba merekam setiap sudut yang terlihat pada waktu yang berjalan di malam itu: Dua buah tahi lalat yang berdekatan pada alis kanan bagian atas—yang asalkan kau tau—menurutku sudah sangat pas diletakkan Tuhan di situ, tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil, persis seperti satu yang ada di pipi kirimu itu, yang  melengkapi ramai kicau suara dan kerlingan matamu yang penuh binar semangat.

Aku mencoba merekam semua yang aku bisa; mencuri adegan demi adegan dalam waktu yang terus berjalan tanpa pernah bersedia mem-pause dirinya sejenak agar perjumpaan itu dapat terasa sedikit lebih lama lagi: Caramu melangkahkan kaki saat menyeberang, lengkungan yang terbentuk di kedua sisi mulutmu saat senyum atau nyengir dan tertawa getir; Caramu menuang sambal, mengaduk gula dalam gelas minummu; Juga dengan caramu menegaskan sepakat atau ketidak-sepakatanmu dengan beberapa argumenku; Caramu menggerakkan jemari guna menegaskan kisah yang kau tuturkan; Caramu mendeskripsikan peristiwa; Dan tentu saja caramu menutup rapat reaksi bosanmu akan suasana kikuk malam itu…

Maaf, aku mencoba merekamnya.  Agar kelak, jika kau terlalu sibuk untuk menyempatkan diri bersua denganku lagi, atau saat bosan hinggap & jenuh mendekap, membuatmu menjauh dan lupa, aku dapat memutarnya kembali: Ya, Kenangan perjumpaan itu!

Mungkin kita memang tak akan pernah mampu memaksa waktu untuk bergerak mundur ke dalam ruang dan momentum tertentu dalam hidup, tapi kita akan selalu menemukan cara untuk dapat memutar kembali ingatan dan kenangan. Syukur-syukur dalam Harapan.

 

 

“Good Riddance (Time Of Your Life)”

Writer(s): Billie Joe Armstrong, Frank E. Iii Wright, Michael Pritchard
Dipopulerkan oleh Green Day

Another turning point, a fork stuck in the road
Time grabs you by the wrist, directs you where to go
So make the best of this test, and don’t ask why
It’s not a question, but a lesson learned in time

It’s something unpredictable, but in the end is right,
I hope you had the time of your life.

So take the photographs, and still frames in your mind
Hang it on a shelf in good health and good time
Tattoos and memories and dead skin on trial
For what it’s worth it was worth all the while

It’s something unpredictable, but in the end is right,
I hope you had the time of your life.

It’s something unpredictable, but in the end is right,
I hope you had the time of your life.

It’s something unpredictable, but in the end is right,
I hope you had the time of your life.

 

*) gambar dari sini